Kamis, 21 Oktober 2010

Tugas Etika Profesi Akuntansi

Nama : Anil Amrosi
NPM : 21207261
Kelas : 4EB08


1.Konsep Etika
DEFINISI ETIKA

Definisi etika sangat beragam, tergantung pada situasi (Cytron, 2005). Dalam beberapa konteks, etika sinonim dengan filofosi moral, yang mencoba menjawab pertanyaan teoritis mengenai sifat dan rasionalitas moral. Menurut Teori Etika Michael Davis (dikutip oleh Ashgate, 2002 dalam Cytron, 2005), etika didefinisikan sebagai
“those standards of conduct that everyone (at their rational best) wants everyone else to follow, even if that means that they have to follow too”.
Dalam kasus yang lain, etika berarti kode etik khusus yang diterapkan bagi para anggota profesi tertentu. Salah satu pengertian etika menurut Mappes (1988 dalam Huss et al., 1993) adalah
Ethics can be defined as “the philosophical study of morality, and, accordingly, morality is clearly identified as the characteristic subject matter of ethics”.
Dari berbagai definisi tersebut, ide utama tentang etika merupakan suatu “aturan main” tertentu yang mengatur perilaku dan seharusnya dipatuhi oleh para anggotanya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Ponemon (1988) menyatakan bahwa pertimbangan etika merupakan suatu hal yang krusial bagi status profesionalisme akuntansi yang dipercayai banyak pihak sebagai “batu penjuru” dalam praktik akuntan publik. Organisasi profesi menyediakan suatu pedoman bagi para akuntan melalui strandar profesional agar dapat membantu dalam menghadapi suatu dilema etis.

Etika dalam Pendidikan Akuntansi

Etika membantu komunitas bisnis dengan memfasilitasi dan mendorong kepercayaan publik dengan produk dan jasanya. Dalam profesi akuntansi, tanggung jawab secara eksplisit dinyatakan dengan berbagai kode etik seperti yang diatur oleh AICPA. Prinsip pertama kode etik ini adalah
“in carrying out their responsibilities as professionals, members should exercise sensitive professional and moral judgement in all their activities (Clark, 2003).
Alasan utama mempunyai pedoman etika bagi akuntansi adalah untuk membantu dalam proses pembuatan keputusan, tahu yang benar dan bukan hanya yang legal. Kode etik diperlukan sebagai pedoman dalam menangani situasi etis secara efektif.
Pendidikan etika bagi mahasiswa akuntansi pada tingkat minimal adalah memperkenalkan mahasiswa akuntansi dengan kode etik yang mengatur perilaku akuntan. Selanjutnya menurut Loeb (1988 dalam Huss et al., 1993) materi-materi akuntansi harus berkaitan dengan isu-isu moral. Menurutnya tujuan pendidikan etika akuntansi adalah: (a) mengkaitkan pendidikan akuntansi dengan isu-isu moral; (b) pengakuan isu-isu dalam akuntansi yang mempunyai implikasi etis; (c) mengembangkan perasaan kewajiban moral atau pertanggungjawaban; (d) mengembangkan kemampuan individu menghadapi dilema etis atau konflik etika; (e) belajar menyesuaikan dengan ketidakpastian yang dihadapi profesi akuntansi; (f) adanya perubahan dalam perilaku etika; dan (g) mengapresiasi dan memahami sejarah serta komposisi semua aspek etika akuntansi dan hubungannya dengan bidang umum etika
Bok (1976 dalam Huss et al., 1993) menyatakan bahwa ketidakmampuan individu untuk mengidentifikasi dilema etika merupakan alasan mengapa seorang individu tidak bermoral. Dengan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mendiskuskan situasi etis yang dihadapi oleh para profesional akan membuat mahasiswa menjadi lebih siap untuk mengidentifkasi keadaaan sulit terkait dengan etika. Setelah mengidentifikasi dilema etis, mahasiswa dapatmenentukan bagaimana cara merespon dan menyelesaikannya. Penyelesaian dilema etis didasarkan pada ide-ide moral individu.
Selanjutnya Cytron (2005) menambahkan materi etika yang sebaiknya dicantumkan kedalam kurikulum akuntansi berupa: (a) sifat etika; (b) perbedaan pendekatan etika berbasis aturan vs berbasis prinsip; (c) kepatuhan dengan prinsip-prinsip fundamental etika seperti integritas, objektifitas, komitmen untuk kompetensi profesional, dan sifat kehati-hatian/due care dan kerahasiaan/confidentiality; (d) perilaku profesional dan kepatuhan dengan standar teknis dan hukum; (e) berbagai konsep seperti independensi, skeptisisme, konfik kepentingan, akuntablitas dan ekspektasi publik; (f) tanggung jawab sosial; (g) sifat tanggung jawab profesional; (h) dilema etis dan konsekuensi perilaku tidak etis terhadap individu, profesi dan sosial; dan (i) pengaturan korporasi dan kepentingan publik
Loeb (1988), Huss dan Patterson (1993) (dalam Richarson, 2004) menyatakan ada 5 tujuan yang dipertimbangkan dalam pendidikan etika akuntansi bila dikaitkan dengan independensi, yakni (1) menstimulasi imajinasi mahasiwa terhadap isu-isu independensi; (2) membantu mahasiswa dalam mengenali isu-isu independensi; (3) memperoleh rasa tanggung jawab personal dalam diri mahasiswa tentang independensi; (4) mengembangkan keahlian analitis mahasiwa agar dapat mengevaluasi isu-isu independensi; dan (5) mengajari mahasiwa supaya dapat bertoleransi dengan yang pihak yang tidak setuju dan ambiguitas independensi.
Salah satu cara untuk mengajarkan etika pada mahasiswa akuntansi adalah dengan menggunakan pendekatan modular (Mantzke et al., 2005) seperti yang telah dilakukan oleh program Master of Accounting Science di Northern Illinois University. Model ini memberikan bekal pada para mahasiswa akuntansi untuk dapat mengembangkan strategi dan membuat keputusan bisnis yang solid yang didasarkan pada akumulasi pengetahuan akuntansi dan pemahaman terhadap isu-isu bisnis yang relevan. Tujuan modul adalah (1) meningkatkan kepedulian mahasiswa terhadap standar yang mengatur profesi akuntansi, dan (2) mahasiswa mempunyai kesempatan untuk menerapkan framework dalam mengevaluasi dilema etis. Modul tersebut dapat membantu mahasiswa agar dapat mengembangkan berbagai keahlian dan kompetensi dalam hal: (a) keahlian komunikasi tertulis dengan membuat paper; (b) keahlian berkomunikasi verbal dengan teknik presentasi; (c) keahlian bernegosiasi dengan pengembangan kontrak grup; (d) keahlian mengevaluasi dengan cara mengkritisi pekerjaan yang lain; (e) keahlian berinteraksi kelompok dengan cara melakukan koordinasi berbagai tanggung jawab yang berbeda; (f) keahlian problem-solving dengan cara menentukan solusi yang dapat diterapkan; dan (g) keahlian melakukan penelitian dalam hal menemukan kode etik yang memadai untuk kasus-kasus dilema etis. Dengan demikian para mahasiswa dapat memperoleh manfaat seperti, mahasiswa menjadi lebih kaya dalam pengalaman dan dapat membuat pendekatan yang lebih relialistis jika dihadapkan pada situasi dilema etis dalam lingkungan pekerjaan.

2. Kode etik akuntansi IAI
KODE ETIK IAI

Dalam etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi, yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut yang biasanya disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Menurut Chua dkk (1994) menyatakan bahwa etika profesional juga berkaitan dengan prilaku moral yang lebih terbatas pada kekhasan pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.
Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang memberikan seperangkat prinsip moral dan mengatur tentang profesional (Agnes, 1996). Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi. Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi.
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Di Indonesia, penegakkan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu : kantor Akuntan Publik, Unit peer Review Kompartemen Akuntan Publik- IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI dan BPKP. Selain enam unit organisasi diatas, pengawasn terhadap kode etik juga dilakukan oleh para anggota dan pimpinan KAP.
Kode etik akuntan merupakan norma perilaku yang mengatur hubungan auditor denagn para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai auditor, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun dilingkungan dunia pendidikan. Etika prefesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia ( Sihwahjoni dan Gudono, 2000).
Prinsip etika yang tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Tanggung jawab. Dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional, akuntan harus mewujudkan kepekaan profesional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka.
2. Kepentingan masyarakat. Akuntan harus menerima kewajiban untuk melakukan tindakan mendahulukan kepentingan masyarakat, menghargai kepercayaan masyarakat, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme.
3. Objektivitas dan Independensi. Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab profesional. Akuntan yang berpraktek sebagai akuntan publik harus bersikap independen dalam kenyataan dan penampilan pada waktu melaksanakan audit dan jasa atestasi lainnya.
4. Keseksamaan. Akuntan harus mematuhi standar teknis dan etika profesi, berusaha keras untuk terus meningkatkan kompetensi dan mutu jasa, dan melaksanakan tanggungjawab profesional dengan kemampuan terbaik.

Sumber :http://yunitafajarsari.wordpress.com/2010/10/04/kode-etik-iai/

3. Standar profesi akuntan publik

Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh InstitutAkuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing.

ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga merupakan perlausan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi seluruh anggota IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.
Standar umum
1.Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2.Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3.Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Standar pekerjaan lapangan
1.Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2.Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3.Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keungan yang diaudit.
Standar pelaporan
1.Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2.Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
3.Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4.Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Auditing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar